Translate

Senin, 31 Oktober 2011

MEWASPADAI KERUSAKAN KONSTRUKSI BANGUNAN AKIBAT GEMPA.

Indonesia sebagai salah satu negara dengan frekeunsi gempa yang sering karena terletak di wilayah pertemuan dua circum /sesar tentu harus waspada terhadap akibat yang ditimbulkan oleh gempa tersebut.Bagian yang paling nyata terlihat kerusakannya akibat gempa adalah konstruksi bangunan, apapun jenis bangunan itu dan kegunaannya.
Departemen Pekerjaan Umum juga telah merilis peta Zona Gempa Wilayah Indonesia yang terbaru pada tahun 2010, seperti dibawah ini.
Peta ini berguna untuk mendesain konstruksi bangunan yang tahan gempa.Daerah dengan warna biru muda adalah dengan frekuensi gempa yang rendah ( Kalimantan dan sebagian Sumatara wilayah timur ), sedangkan yang paling tinggi frekuensinya adalah dengan warna coklat tua.(berada di wilayah Papua dan sebagian Sulawesi ).Sehingga dengan pedoman tersebut kita dapat menentukan besarnya beban/gaya gempa untuk melakukan perhitungan konstruksi bangunan tahan gempa.
Untuk mendesain kontruksi bangunan tahan gempa perlu memperhatikan mengenai " daktilitas struktur ". Pada tingkatan Daktilitas Terbatas ada 3 hal yang harus diperhatikan sebagai berikut :
1. Pada gempa rendah , maka kondisi bangunan harus tetap utuh/tidak rusak sama sekali.
2. Pada gempa menengah, maka hanya element non struktur yang boleh mengalami kerusakan, seperti facade dan ornamen-ornamen arsitektural.
3. Pada gempa besar, maka element struktur boleh mengalami kerusakan, tetapi tidak boleh terjadi "keruntuhan yang bersifat getas" ( keruntuhan tiba-tiba ). Sehingga masih ada waktu untuk menyelamatkan penghuninya.
Element struktur pada suatu konstruksi biasanya terdiri atas kolom,balok dan dinding geser (shear wall ).Pada saat terjadi gempa semua element struktur ini akan menerima beban akibat gempa.Bagian yang perlu diwaspadai adalah pada " beam column joint ",karena pada bagian ini terjadi "beban bolak-balik " yang mengakibatkan terjadi tegangan tekan dan tegangan tarik yang silih berganti.Jika pada " beam column joint" ini tidak mampu menahan tegangan yang timbul maka akan terjadi keruntuhan yang bersifat getas, dan sangat berbahaya bagi penghuninya.
Untuk itu perlu ada perlakuan khusus pada disain "beam column joint" ini terutama "reinforcementnya" ( penulangan )  sehingga bisa bersifat daktile.

 Gambar pembesian beam column joint.


Foto terjadinya kerusakan pada beam column joint.
 Dengan meilihat ulasan diatas maka beberapa hal yang perlu diwaspadai adalah sebagai berikut:
  1.  Lokasi bangunan. Letak / lokasi bangunan menentukan besar - kecilnya gempa yang akan terjadi.Daerah dengan frekuensi gempa rendah tentu skala gempa yang terjadi akan lebih kecil dari pada daerah dengan frekuensi gempa menengah ataupun tinggi.Skala gempa dapat ditentukan dengan skala Ricther atau MMI ( Modify Marcalli Intensity ).Dengan demikian bangunan yang berada pada zona menengah s/d tinggi harus lebih waspada terhadap konstruksi bangunannya terhadap bahaya gempa.
  2. Beam Column Joint. Sistem penulangan dan pengecoran pada beam column joint harus dipastikan dapat menahan gaya-gaya dan tegangan yang terjadi akibat gempa.Pada saat disain struktur maka konsultan perencana struktur harus menyampaikan presentasi yang dapat menyatakan bahwa sistem beam column joint ini sudah benar dan aman.
  3. Bangunan rumah pada daerah dengan zona menengah s/d tinggi . Pada daerah ini harus dipastikan bahwa konstruksi bangunannya harus sudah memenuhi pedoman bangunan tahan gempa yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.Misalnya untuk rumah tinggal tidak bertingkat minimal terdapat tie beam,kolom praktis dan ring balk sebagai penahan gaya dan tegangan akibat gempa.Jika mengunakan konstruksi kayu maka pada sambungannya harus mengunakan pasak dari bahan besi.
  4. Konstruksi Bangunan Bertingkat Yang Tipis.Suatu bangunan bertingkat yang dikatakan tipis jika perbandingan lebar dan tinggi lebih besar atau sama dengan 1:5. Pada bangunan type ini maka kemungkinan terjadinya getaran akibat gempa akan lebih tinggi dibandingkan dengan bangunan dengan perbandingan lebar dan tinggi kurang dari 1:5. Getaran yang tinggi mengakibatkan terjadinya tegangan tambahan pada element struktur dibandingkan jika tidak terjadi getaran.Getaran yang tinggi bisa menambah tegangan geser pada element struktur ( kolom dan balok ). Sehingga pada bagian ini perlu dilakukan tambahan pembesian untuk antisipasi tambahan tegangan geser ini.Sedangkan Shear Wall-nya sendiri juga harus dapat meredam supaya tidak terjadi " defleksi horisontal " yang berlebihan.Karena defleksi ini dapat menambah terjadinya moment lentur pada kolom dan balok.Jika element struktur tidak mampu menahan moment lentur ini maka akan terjadi keretakan struktur yang dapat menjadi sumber keruntuhan.
  5. Pondasi. Mengapa pondasi juga perlu diperhatikan.Pada saat terjadi gempa maka struktur tanah akan mengalami gunjangan dan dapat terjadi " liquifaction" ( tanah menjadi cair). Jika tipe pondasi tidak diantisipasi terhadap pengaruh ini maka akan terjadi keruntuhan pada pondasi. Sebagai contoh bangunan dengan pondasi type tapak yang dangkal, maka jika terjadi "liquifaction" pondasi akan bergeser atau ambles, tentu dengan kondisi ini bangunan diatasnya akan mengalami kerusakan.Dengan demikian maka pada daerah dengan zona gempa menengah s/d tinggi analisa pondasi terhadap beban gempa perlu dilakukan.
  

Referensi :
Pedoman Perencanaan Bangunan Tahan Gempa Departemen PU, dan pengalaman pribadi.






Tidak ada komentar: